https://www.box.com/s/bb4rmtecvqedbsjivr94

Minggu, 27 September 2015

Sejarah Asal Usul Suku Osing Banyuwangi

Predikat Using dilekatkan kepada masyarakat Blambangan karena kecenderungan mereka menarik diri dari pergaulan dengan masyarakat pendatang pasca perang Puputan Bayu. Pendudukan VOC di Blambangan tentu saja memerlukan banyak tenaga kerja untuk menjalankan usaha-usaha eksploitasi di Blambangan. Oleh karena itu, kemudian VOC mendatangkan banyak pekerja dari Jawa Tengah dan Madura dalam jumlah besar,sementara sisa-sisa masyarakat Blambangan /wong osing yang mayoritas telah memilih untuk mengucilkan diri di pegunungan.
Sesekali interaksi terjadi, antara masyarakat asli dan pendatang. Dalam interaksi tersebut, masyarakat asli acapkali menggunakan istilah “sing” atau “hing” yang berarti “tidak”. Dari sanalah penamaan Wong Using berasal. Sementara masyarakat asli menyebut kaum pendatang dengan istilah “Wong Kiye”. Selain perkataan “tidak” yang mencirikan penolakan interaksi dengan pendatang, masyarakat Using juga menggunakan peristilahan yang “kasar” seperti asu, celeng, luwak, bajul atau bojok. Menurut Hasnan Singodimayan, peristilahan itu selain sebagai bahasa sandi juga mempertegas penolakan masyarakat Using terhadap berbagai bentuk “penjajahan” yang dialami dalam perjalanan sejarah mereka
Penduduk sisa-sisa rakyat Blambangan yang mendiami wilayah Kabupaten Banyuwangi, sebagian Jember, Bondowoso, Situbondo dan Lumajang disebut masyarakat Using. Dulu sebelum dibakukan, banyak menulis dengan kata “Osing” kadang juga “Oseng”, namun setelah diurai secara fonetis oleh pakar Linguisitik dari Universitas Udayana Bali (Prof Heru Santoso), diperoleh kesepakatan resmi dengan menulis kata “Using” yang berarti “Tidak”. Pertanyaannya, kenapa orang asli Blambangan disebut Using? Penyebutan itu, sebetulnya bukan permintaan orang-orang Blambangan. Ini lebih merupakan ungkapan prustasi dari penjajah Belanda saat itu, karena selalu gagal membunjuk orang-orang sisa Kerajaan Blambangan untuk bekerja sama. Kendati pimpinan mereka sudah dikalahkan, tetapi tidak secara otomatis menyerah kepada musuh. Sikap yang sama, juga ditujukkan saat awal-awal Orde Baru berkuasa, orang Banyuwangi paling susah diajak kerja sama, atau menjadi pegawai Negeri. Mereka masih menganggap, pemerintahan yang ada tidak jauh berbeda dengan penjajah Belanda.
Meski akhirnya sikap “Sing” ini berangsur-angsur melunak, dengan banyaknya orang Using yang menjadi pegawai negeri, atau masuk ranah-ranah publik yang sebelumnya tidak pernah dilakukan, namun nama “Using” sudah terlanjur melekat. Bahkan tumbuh kebanggan kolektif, bila disebut sebagai orang Using. Setelah generasi-generasi muda itu, tahu sejarah bagaimana nenek moyangnya berjuang mati-matian, mempertahankan wilayah dan harga diri.
Perang “Puputan” atau juga dikenal perang habis-habisan, akhirnya dijadikan tonggak hari lahirnya Kabupaten Banyuwangi. Pertimbangannya, semangat heroik dari tentara Blambangan ini diharapkan bisa menjadi tauladan. Bahkan seorang penulis asal Belanda menyebutkan, jika rakyat Blambangan hanya tinggal berapa ribu saja. Sebagai bentuk penekanan terhadap warkat Blambangan, kepala laskar Blambangan yang kalah perang, ditancapkan di sepanjang jalan. Meski demikian, sisa rakyat Blambangan tidak langsung menyerah dan tunduk kepada musuh. Mereka memilih mengungsi ke gunung atau membentuk kelompok-kelompok kecil. Mereka berkomunikasi menggunakan bahasa-bahasa sandi, berupa nama-nama bintang. Kelang bahasa sandi ini menjadi umpatan khas wong Using. Selain itu, bahasa Using dikenal mempunyai ratusan dialek. Setiap kampung-kampung Using, bisa diidentifikasi dari cara mereka berbicara dan berpakaian. Misalnya dalam satu pertemuan besar di sebuah lapangan, maka mereka akan mudah mengenali orang Using dari daerah mana, dari cara mereka berbicara.
Selain itu, ternyata kampung-kampung Using tidak ada yang menghadap jalan raya. Umumnya kampung Using itu merupakan jalan kecil dari sebuah jalan raya beraspal, kemudian di kawasan itu berjubel pemukiman. Meski berada di pedesaan, namun kampung-kampung Using terkenal padat. Ini ternyata tidak lepas dari sejarah masa lalu wong Using yang selalu dilanda ketakutan, pasca kekalahan laskar Blambangan pada Perang Puputan Bayu. Mereka selalu berkelompok dan selalu mewaspadai kedatangan orang asing.
Akibat tidak mau bekerja sama dengan Belanda, praktis Wong Using mengkonsentrasikan hidupnya di sektor pertanian. Sementara sentra-sentra perekonomian lain di Banyuwangi, justru banyak ditempati orang di luar Banyuwangi. Sektor perkebunan yang rata-rata saat itu milik Belanda dan Inggris, banyak dikerjakan orang Madura. Saat itu, wong Using sangat menolak keras kerja sama dengan Belanda dan pemilik kebun. Sektor laut, justru banyak dilakukan orang-orang dari Madura, seperti di Muncar. Sektor pemerintahan bisa ditebak, tidak ada orang-orang Using yang mau bekerja di sektor ini. Meski diantara mereka ada yang sekolah hingga perguruan tinggi, namun tidak begitu saja orang-orang Using mengijinkan anaknya menjadi pegawai negeri. Mereka masih beranggapan, pemerintahan itu adalah penjajah, karena melanjutkan pemerintahan yang dibentuk Belanda. Sikap menolak bekerjasama dengan musuh ini, bisa dilihat dari keberadaan Pabrik Gula. Meski Banyuwangi merupakan wilayah pertanian yang subur, namun Belanda saat itu tidak berhasil memaksa warga Banyuwangi untuk menanam tebu sebagai pemasok pabrik gula. Padahal di Jember dan Situbondo, bertengger sejumlah pabrik gula. Nyaris kehidupan feodal hanya tumbuh di perkebunan, seperti di wilayah Glenmore dan Kalibaru.
Dari aspek seni-budaya, orang luar banyak menyatakan. jika budaya dan kesenian Banyuwangi merupakan perpaduan Jawa-Madura dan Bali. Pernyataan ini memang tidak terbantahkan, karena letak geografis Banyuwangi yang berdekatan dengan Bali. Namun ada yang menarik dari catatan Sejarawan asal Belanda TG. Pigeaud dalam bukunya Runtuhkan Kerajaan Mataram Islam. Dalam buku itu disebutkan. jika wilayah Kerajaan Blambangan saat itu, menjadi rebutan antara Kerajaan Mataram di bawah Sultan Agung dengan kerajaan Mengwi di Bali. Dr. Theodoor Gautier Thomas Pigeaud menyatakan, suatusaat pengaruh Bali sangat kuat dalam segala aspek kehidupan rakyat Blambangan, maka saat itu pula pengaruh Mataram melemah. Namun apabila Mataram sudah bisa mengusai kembali sendi-sendi kehidupan di Blambangan, saat itu juga pengarusnya secara sosial kemasyarakat juga akan kuat. Dalam proses inilah, lahir kesenian semacam Janger yang mirip dengan langedrian yang ada di Yogyakarta, dengan cerita diambil dari Serat Damarwulan yang ditulis Pujangga di Kerajaan Mataram. Atau Kesenian Praburoro yang mengabil cerita Hikayat Amir Hamzah (Kata orang Using: Amir Ambyah), kesenian ini juga bisa ditemukan di Sleman DIY. Janger bentuk sampaan seperti Ketoprak, sedang Praburoro seperti Wayang Orang. Namun mocopat yang berkembang di Banyuwangi, bukan berasal dari kalangan Keraton, melainkan mocopat pesisiran. Nama-nama pupuhnya hampir sama, hanya ada penekanan pada pupuh-pupuh tertentu.
Setelah itu, orang-orang Mataraman atau bisa disebut Jowo Kulon mulai masuk Banyuwangi, trerutama daerah selatan. Mereka juga membawa kesenian, seperti wayang, Reog Ponorogo dan kesenian Jawa lainnya. Namun dalam perkembangannya, terjadi asimilasi. Misalnya, secara teknis seniman Banyuwangi itu mempunyai ciri khas dalam memukul alat musik, yaitu tekhnik timpalan. Ini terjadi baik cara memukul gamelan, maupun rebana (terbang).
Namun dalam kehidupan sosial, kadang orang-orang pendatang ini merasa lebih tinggi dibanding orang asli Banyuwangi. Mereka memang mengusai sektor-sektor formal. Misalnya pegawai Negeri di Kabupaten hingga Kecamatan, banyak dijabat orang pendatang. Mereka yang masih selaran dengan perjuangan Mataram ini, kadang memandang orang asli Banyuwangi sebelah mata. Padangan orang terbelakang dan tidak mau diajak maju, kadang sulit dihilangkan. Apalagi pada saat jaman pergolakan poilitik, kesenian dan senimam Banyuwangi yang yang tergabung dan digunakan propaganda oleh PKI. Lengkap sudah penderitaan sisa-sisa Laskar Blambangan ini.
Sebagai pemilik syah atas warisan leluhurnya,ternyata orang-orang Using sangat sulit memperjuangkan Bahasa Using sebagai materi ajar di sejumlah sekolah dasar. Ini tidak heran, karena para pejabat di Pemkab Banyuwangi dan Dinas Pendidikan saat itu, memang dijabat orang Jowo Kulonan. Mereka masih beragapan sebagai penjajah, karena menganggap Bahasa using sebagai sub-dealek dari Bahasa Jawa. Padahal berdasarkan penelitian Profersor Heru Santoso, Using bukan sebagai dialek-Jawa,tetapi sudah merupakan bahasa sendiri. Tentu kaidah-kaidah menetukan suatu bahasa disebut bahasa sendiri, bukan sebagai dialek, sudah dikupas panjang lebar oleh Pakar Linguistik dari Udayana Bali ini.
Bahkan peneliti dari Balai Bahasa Yogyakarta, Wedawaty menyebutkan, jika bahasa Using dan Bahasa Jawa itu kedudukannya sama sebagai turunan dari Bahasa Jawa Kuno ayau Bahasa Kawi. Bahasa Jawa sekarang lebih berkembang, terutama adanya strata atau tingkatan bahasa sesuai kasta dan umur. Namun bahasa Using terlihat lebih statis, karena tidak mengenal tingkatan tutur, seperti Bahasa kawi induknya. Bahkan Budayawan using, Hasan Ali menduga, kota kata Bahasa Bali dalam Balines-Nederland yang disusun seorang misionaris Belanda adalah kota kata Bahasa using, karena penyusunlan puluhan tahun tinggal di Blambangan, sebelum bisa menyebrang ke Bali.
Alahmdullah, setelah puluhan tahun perjuangan, akhirnya Bahasa Using diajarkan di tingkat SD dan SMP. Ini tidak lepas dari uapaya keras dari Budayan yang tergabung dalam Dewan Kesenian Blambangan (DKB) dan Budayawan Hasan Ali yang menyusun Kamu Using. Berngasur-angsur wong Using juga mulai menunjukkan eksistensi dalam berbagai aspek kehidupan. Bahkan sempat menempatkan Syamsul Hadi yang orang Using sebagai Bupati, meski akhirnya terjerat sejumlah kasus korupsi. Sebelumnya, Bupati Banyuwangi selalu dijabat orang dari luar dan tentara tentunya. Saat Orde Lama pernah dijabat M Yusuf, itupun sementara setelah Bupati aslinya terlibat PKI. Saat Orde Baru, ternyata meneruskan Mataram. Bisa percaya bisa tidak, dua pejabat Bupati banyuwangi berasal dari Mojokerto (dulu Majapahit), yaitu Djoko Supaat dan T. Pornomo Sidik. Saat Mataram menguasai Blambangan, juga menggunakan backgorund Majahit dalam cerita Damarwulan untuk mendiskreditkan Raja Blambangan….

Pantai Pulau Merah, 'Hidden Paradise' di Banyuwangi

Tempat yang satu ini bak surga yang selama ini tersembunyi karena keindahannya
Siapa yang tak suka pergi ke pantai? Apalagi mendatangi sebuah pantai dengan hamparan pasir putih nan halus dengan lautan yang bersih. Dihiasi nyiur melambai serta pohon pandan pantai, tak mau kalah pula barisan perbukitan yang tertata rapi bak lukisan yang telah digambarkan sempurna oleh Sang Pencipta. Begitupula aku.
 
Di awal Juni yang lalu, aku dan keluarga berkesempatan berlibur ke Banyuwangi yang notabene merupakan kabupaten paling ujung di Jawa Timur. Banyuwangi kini telah masyur dikenal para wisatawan, baik dari pesona alam dan khazanah budaya yang patut untuk diketahui. Bagi kita yang pernah berpergian ke Bali melalui jalur darat pasti sudah pernah menginjaki kabupaten ini, meskipun hanya lewat saja.
 
Kembali ke pantai. Banyuwangi menyimpan banyak pantai eksotis yang wajib dikunjungi bila berkesampatan melipir kesana. Tak mau kalah dengan Hawaii, Banyuwangi mempunyai pantai yang menjadi spot favorit para peselancar, baik lokal maupun dunia. Pantai Plengkung atau G-land namanya.
 
Namun, kali ini aku tidak membahas pantai tersebut karena pada saat ke Banyuwangi aku dan keluarga tidak sempat mengunjungi pantai tersebut. Kami hanya menyempatkan diri untuk berkunjung ke Pantai Pulau Merah dan Pantai Blimbingsari saja.

Mengenal Lebih Dekat Suku Osing Asli Banyuwangi

Sejarah berdirinya kabupaten Banyuwangi tak bisa lepas dari kerajaan Blambangan, karena Blambangan cikal bakal dari Banyuwangi itu sendiri. Bahkan Blambangan merupakan kerajaan yang paling lama bertahan terhadap serangan kerajaan Mataram dan VOC.
Bukan hanya keindahan alam yang terbentang luas di bumi Blambangan ini, kekayaan budaya juga menjadi ciri khas populer yang dikembangkan oleh maysarakatnya. Salah satu keunikan Banyuwangi adalah penduduknya yang multi culture yang terbentuk dari tiga elemen masyarakat yaitu Jawa, Madura dan Osing.

Wong Osing

Suku Osing merupakan penduduk asli Banyuwangi, karena masyarakatnya hidup pada pemerintahan kerajaan Blambangan. Suku Osing juga memiliki adat istiadaat budaya, bahasa yang berbeda dari masyarakat Jawa dan Madura. Seperti apa keunikan asli Banyuwangi? Berikut ulasannya.
Suku Osing menempati beberapa kecamatan di kabupaten Banyuwangi bagian tengah dan utara. Terutama di kecamatan Banyuwangi, kecamatan Rogojampi, Sempu, Gelagah Singojuruh, Giri, Kalipuro dan Songgon. Suku Osing atau lebih dikenal dengan Wong Osing memiliki bahasa khas yakni bahasa Osing yang merupakan turunan langsung dari bahasa Jawa kuno, tapi bukan bahasa Jawa karena dialegnya yang berbeda.

 

10 Tempat Wisata di Banyuwangi yang Wajib Dikunjungi

Teluk Hijau

 

1. Kawah Ijen

Kawah Ijen
Kawah Ijen
Kawah Ijen merupakan sebuah pemandangan alam yang luar biasa menakjubkan di atas ketinggian 2.368 meter di atas permukaan laut. Kawah seluas 20 km yang dikelilingi dinding kaldera setinggi 300-500 meter ini siap membuat siapa pun yang menyaksikannya terperangah kagum. Meskipun kawah ini seolah menarik wisatawan untuk mendekat, namun Anda harus tetap berhati-hati. Suhu kawah mencapai 200 derajat Celcius dengan tingkat keasaman yang mampu meleburkan pakaian dan tubuh manusia.
Daya tarik utama dari tempat wisata yang secara administratif terletak di Banyuwangi dan Bondowoso ini adalah Api Biru atau Blue Fire. Api yang terletak di bawah kawah ini berwarna biru dan terlihat semakin cantik saat kondisi sekitarnya gelap. Untuk itu, Anda harus datang pada dini hari agar dapat melihat keindahan Api Biru ini.
Hal menarik lainnya adalah Anda dapat menyaksikan kegiatan tambang belerang. Kawah Ijen merupakan salah satu dari dua kawasan tambang belerang tradisional yang ada di Indonesia setelah Welirang. Para penambang tidak menggunakan alat canggih, mereka benar-benar turun ke bawah mendekati kawah untuk mengambil batangan belerang dengan alat seadanya dan tanpa perlengkapan pengaman yang memadai. Batangan belerang dengan berat mencapai 80-100 kg ini kemudian dipikul dan di bawah naik ke pos pengumpulan belerang.

2. Pantai Plengkung

Pantai Plengkung
Pantai Plengkung
Pantai Plengkung atau yang juga disebut dengan G-Land ini sangat populer di kalangan peselancar domestik dan mancanegara. Pantai Plengkung memiliki ombak yang sangat ideal untuk berselancar dan mendapat julukan The Seven Giant Waves Wonder. Hal ini dikarenakan ombak di tempat wisata ini berbentuk tujuh gulungan besar dengan ketinggian mencapai 6 meter. Ombak di pantai ini juga disebut sebagai ombak terbaik kedua di dunia setelah ombak di Hawaii.
Saat terbaik untuk berselancar di Pantai Plengkung adalah antara bulan Juli – September, meskipun ombak di sini bagus sepanjang tahun. Jika tak membawa perlengkapan selancar, Anda bisa menyewanya di sini, jadi tak perlu repot membawanya dari rumah.
Jika Anda kurang tertarik dengan kegiatan berselancar, tak perlu khawatir. Suasana tenang dan jauh dari keramaian membuat tempat wisata ini cocok bagi Anda yang mendamba liburan yang berkualitas. Terdapat hutan tropis yang mengelilingi pantai, Anda bisa melakukan trekking dan mengunjungi air terjun yang ada di dalam hutan. Pantai Plengkung dan sekitarnya tak akan mengecewakan Anda.

3. Pantai Rajegwesi

Pantai Rajegwesi
Pantai Rajegwesi
Pantai yang terletak di Desa Sarongan, Kecamatan Pesanggaran ini merupakan tempat wisata alam sekaligus sejarah yang sangat menarik untuk dikunjungi. Berada di sini, Anda bisa menyaksikan keindahan pantai dan bunker sisa kejayaan bangsa Jepang di masa penjajahan.
Pantai Rajegwesi memiliki keunikan yang tak banyak dimiliki pantai-pantai lain. Pasir pantai berwarna kecokelatan dan sangat lembut. Hal ini dikarenakan pasir pantai bercampur dengan endapan lumpur yang terbawa air sungai saat banjir.
Selain keindahan alam dan nilai sejarahnya, Anda juga bisa melihat kehidupan masyarakat sekitarnya. Sebagian besar masyarakat sekitar tempat wisata di Banyuwangi ini berkerja sebagai nelayan. Anda bisa melihat perahu nelayan yang ‘diparkir’ di bagian barat pantai, sedangkan bagian timur dibiarkan lapang untuk tempat penyu bertelur.

4. Pantai Watu Dodol

Pantai Watu Dodol
Pantai Watu Dodol
Pantai Watu Dodol bisa dengan mudah Anda temukan jika Anda dalam perjalanan menuju Pelabuhan Ketapang dari Jember dan sekitarnya. Lokasi pantai ini ditandai dengan bongkahan batu besar di tengah jalan dan patung Gandrung atau penari khas Banyuwangi.
Pantai Watu Dodol berada di poros Banyuwangi – Situbondo dan hanya berjarak sekitar 2 km dari Pelabuhan Ketapang. Hal ini membuat Anda dapat melihat kapal ferry lalu lalang antara Pelabuhan Ketapang dan Pelabuhan Banyuwangi.
Selain itu, Anda bisa menyaksikan keindahan tempat wisata ini dari bukit yang berada di dekat pantai. Untuk urusan kuliner, Anda tak perlu khawatir karena terdapat banyak warung makan di sini yang siap memuaskan lidah dan perut Anda.

5. Teluk Hijau

Teluk Hijau
Teluk Hijau
Teluk Hijau atau Green Bay tak hanya menarik di namanya saja. Teluk ini benar-benar memiliki air yang jernih kehijauan dan sangat menakjubkan. Tempat wisata di Banyuwangi yang masuk dalam kawasan Taman Nasional Meru Betiri ini memiliki hamparan pasir putih yang lembut dan dikelilingi hutan tropis.
Banyak kegiatan bisa Anda lakukan di sini seperti berenang, snorkeling, bermain pasir dan memancing. Anda juga bisa mengunjungi Air Terjun Bidadari yang terletak di kawasan pantai. Konon, air terjun dengan ketinggian 8 meter ini merupakan tempat mandi para bidadari pada saat-saat tertentu.

6. Pantai Pulau Merah

Pantai Pulau Merah
Pantai Pulau Merah
Lagi-lagi nama pantai yang dikaitkan dengan warna. Jika Teluk Hijau memiliki air yang jernih kehijauan, nama Pantai Pulau Merah disebabkan adanya sebuah bukit tak jauh dari bibir pantai yang tanahnya berwarna merah. Anda bisa berjalan mendekat ke bukit saat air sedang surut. Bukit ini tertutup pohon dan semak hijau dan hanya terlihat sedikit semburat merah saat senja.
Tempat wisata yang terletak di Kecamatan Pesanggaran ini memiliki sebuah pura Hindu degan nama Pura Tawang Alun. Pura ini kerap digunakan sebagai lokasi ritual pada saat-saat tertentu oleh umat Hindu yang tinggal di sekitar Pantai Pulau Merah. Penginapan juga sudah banyak tersedia di sekitar pantai bagi Anda yang tak cukup menikmati tempat wisata ini dalam waktu sehari.
Beragam kegiatan bisa Anda lakukan di sini mulai dari berselancar dan hunting foto. Untuk kegiatan berselancar, pantai sepanjang 3 km ini memiliki ombak yang ideal bagi peselancar pemula.

7. Air Terjun Kalibendo

Air Terjun Kalibendo
Air Terjun Kalibendo
Terletak sekitar 20 km dari pusat kota Banyuwangi, Air Terjun Kalibendo menawarkan pemandangan luar biasa indah dan menenangkan, air jernih dan sungai-sungai dengan air dingin yang mengalir di sekitar air terjun. Berada di dataran tinggi, membuat tempat wisata ini memiliki udara yang sejuk dan menyenangkan.
Jika berangkat dari Kampung Anyar, Glagah, Anda akan disuguhi pemandangan yang tak kalah indah. Anda akan diajak melewati perkebunan teh, kopi dan cengkeh yang berupa hamparan hijau menyejukan mata. Suasana pedesaan juga dapat Anda rasakan dalam perjalan menuju ke air terjun setinggi 10 meter ini.

8. Air Terjun Lider

Air Terjun Lider
Air Terjun Lider
Air terjun yang tak kalah menakjubkan ini berada di Desa Sumber Arum, Kecamatan Songgon. Berada di ketinggian 1.300 meter di atas permukaan laut membuat Air Terjun Lider cukup sulit diakses. Medan yang lumayan berat membutuhkan stamina yang bagus.
Tapi tenang saja, pemandangan luar biasa indah dapat Anda saksikan selama perjalanan menuju tempat wisata ini. Anda akan melewati hamparan perkebunan, tujuh sungai di dalam hutan dan jika Anda beruntung, bukan tak mungkin bertemu dengan kera dan burung selama perjalanan. Sebaiknya Anda membawa bekal yang cukup karena tidak ada penjual makanan di sekitar air terjun.
Kelelahan Anda akan terbayar lunas saat sampai di lokasi. Air terjun setinggi 60 meter dengan beberapa air terjun anak yang lain akan membuat napas Anda tertahan sesaat karena takjub akan keindahannya.

9. Agrowisata Kali Klatak

Agrowisata Kali Klatak
Agrowisata Kali Klatak
Ini adalah pelopor agrowisata pertama di Banyuwangi. Agrowisata Kali Klatak sebelumnya dimiliki oleh Belanda di bawah Mij Moorman & Co. sampai akhirnya beralih ke tangan pengusaha pribumi, R. Soehoed Prawiroatmodjo.
Berada di lereng gunung dengan ketinggian mencapai 450 meter di atas permukaan laut membuat tanah d sini cukup subur yang cocok untuk bertanam apapun, agrowisata ini pun berkembang dengan baik. Hasil perkebunannya meliputi karet, kopi, cokelat, kelapa, buah-buahan dan beragam rempah. Satu lagi yang menarik adalah diadakannya ritual sedekah bumi setiap tanggal 17 April.

10. Pemandian Taman Suruh

Pemandian Taman Suruh
Pemandian Taman Suruh
Pemandian Taman Suruh ini berada di Desa Taman Suruh, Kecamatan Glagah. Tempat wisata seluas 3,5 hektar ini berada di ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut. Sebelumnya, kawasan ini tandus dan kosong, namun terdapat mata air dingin dari bebatuan. Melihat potensi yang dimiliki, maka kawasan ini pun dibangun menjadi sebuah tempat wisata di Banyuwangi.
Tempat wisata ini terdiri dari kolam pemandian untuk anak-anak dan dewasa. Pada kolam anak-anak, disediakan wahana permainan yang menyenangkan bagi anak-anak. Selain itu, tempat wisata ini juga dilengkapi dengan ruang bilas, ruang ganti, mushola dan kafetaria.

 
 Banyuwangi Promosi Pariwisata lewat Olahraga
 
 

BANYUWANGI - Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, mempromosikan wisata melalui International Surfing Competition di Pantai Pulau Merah yang dibuka oleh Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, Jumat (25/9/2015).

Acara yang rutin digelar sejak empat tahun terakhir tersebut diikuti 80 peselancar dari berbagai negara antara lain Swedia, Swiss, Finlandia, Perancis, Hungaria, Jerman Venezuela, Amerika Serikat, Korea, Australia, Jepang, Thailand, dan Indonesia.

Kepada KompasTravel, Bupati Anas menjelaskan untuk tahun depan, lokasi kompetisi surfing akan dipindahkan untuk mempromosikan pantai di kawasan Banyuwangi lainnya. "Selama empat tahun kegiatan surfing diadakan di Pantai Pulau Merah. Kemungkinan tahun depan akan dipindahkan ke pantai lain seperti Pantai Grajakan atau Pantai Mustika agar merata," jelas Anas.

Menurut Bupati Banyuwangi, sejak rutin digelar kompetisi selancar, Pantai Pulau Merah kini sudah mulai terkenal. Wisatawan juga mulai ramai dengan tren kunjungan yang terus meningkat. "Sport tourism cukup efektif dalam memperkenalkan destinasi. Di beberapa negara, sport tourism sudah menyatu dalam konsep pemasaran pariwisatanya," kata Anas.
KOMPAS.COM/IRA RACHMAWATI Peserta Pulau Merah Banyuwangi International Surfing Competition 2014, Jumat (23/5/2014).
Surfing competition merupakan salah satu acara wisata olahraga yang terus dikembangkan oleh Banyuwangi. Jenis wisata ini menjadi bagian dari pengembangan pariwisata berbasis alam yang menjadi segmentasi kabupaten "The Sunrise of Java" ini.

"Kami terus berusaha memberi nilai tambah pada destinasi kami. Selain mengembangkan infrastrukturnya, salah satu cara kami mempromosikan destinasi ini adalah dengan menggelar sejumlah event di destinasi. Seperti kite surfing yang kami gelar untuk mempromosikan Pulau Tabuhan," kata Anas.

Lomba yang berlangsung 25-27 September ini melombakan 8 kategori yakni open international, national, expert, long board, paddle race, girl division. Juga ada grommet <14 tahun, dan pushing division < 10 tahun.

Jumat, 25 September 2015

Ribuan Penari akan Beraksi di Pinggir Pantai Banyuwangi

Ribuan Penari akan Beraksi di Pinggir Pantai Banyuwangi 

 Banyuwangi - Ingin melihat ribuan penari gandrung menari bersama? Datang saja ke Banyuwangi. Kabupaten berjuluk Sunrise of Java ini kembali menggelar pertunjukan kolosal, Gandrung Sewu. 1.000 Lebih Gandrung akan menari di bibir Pantai Boom saat sunset menjelang, Sabtu (26/9) sekarang.

Sebanyak 1.200 penari ikut ambil bagian dalam kegiatan kali keempat Gandrung Sewu, yang merupakan agenda rutin Banyuwangi Festival. Fantastis! Tahun ini gelaran Gandrung Sewu yang mengangkat tema 'Podo Nonton'.

'Podo Nonton' sejatinya merupakan tembang wajib yang menjadi musik pengiring pada saat pertunjukkan Jejer Gandrung. Tema ini diangkat karena syairnya mengandung makna heroisme dan perjuangan yang sangat berat dari para pendahulu di Bumi Blambangan ketika melawan penjajahan Belanda.

Ketua panitia Gandrung Sewu Banyuwangi, Budianto menjelaskan, tarian Gandrung sendiri terdiri atas tiga segmen yaitu Jejer Gandrung, Paju Gandrung, dan ditutup dengan Seblang Subuh.

"Podo nonton atau bahasa Indonesianya nonton bareng-bareng, merupakan salah satu bagian dari pertunjukan Jejer Gandrung," kata Budianto, Jumat (25/9/2015).

"Tema Podo Nonton pun akan dikisahkan dalam sebuah drama teatrikal yang sarat pesan," pungkasnya.

Event budaya yang digelar tiap tahun ini memperkuat positioning wisata budaya yang menjadi unggulan Banyuwangi selain wisata alam. Beberapa tahun ini Banyuwangi memang konsisten mengangkat seni dan budaya sebagai bagian dari pengembangan wisata.

"Kami bangga memiliki beragam seni dan budaya lokal yang sangat khas. Kami pun ingin seni dan budaya ini dapat dikenal secara luas dan ikut memperkuat khasanah budaya Banyuwangi di tingkat nasional dan internasional," kata Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas.

Event Gandrung Sewu, sambung Anas, juga memperkuat posisi Banyuwangi dalam peta persaingan pariwisata di Indonesia. "Pantai menjadi salah satu destinasi wisata alam di Banyuwangi. Dengan event ini, berarti kami menjual event sekaligus destinasi alam. Sewu Gandrung terbukti telah menjadi daya tarik pariwisata Banyuwangi," jelas Anas.

Banyuwangi Gelar Festival untuk Tarik Wisatawan



 


BANYUWANGI- Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, menggelar sejumlah festival pada September ini. Festival-festival itu diharapkan menarik ribuan wisatawan datang ke Banyuwangi.

Salah satu festival yang akan digelar adalah pertunjukan kolosal Gandrung Sewu. Lebih dari 1.200 gadis akan menari gandrung khas Banyuwangi di Pantai Boom, Sabtu (26/9/2015) mendatang. Tahun ini gelaran Gandrung Sewu mengangkat tema ”Podo Nonton”.

”’Podo Nonton’ yang berarti nonton bareng merupakan bagian dari pertunjukan Jejer Gandrung,” kata Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pariwisata M Y Bramuda, Senin (21/9/2015).

Selain itu, pemkab akan menggelar kompetisi selancar internasional di Pantai Pulau Merah pada 25-27 September 2015. Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menargetkan pertumbuhan ekonomi Banyuwangi mencapai 6,45 persen pada 2016, termasuk kontribusi pariwisata.

Pantai Pulau Merah Banyuwangi Kembali Kotor

 Pantai Pulau Merah Banyuwangi
Kembali Kotor
 

Banyuwangi – Pantai Pulau Merah Banyuwangi
kembali terlihat kotor. Sampah berupa ranting, batok
kelapa dan bambu terlihat mengotori sepanjang pantai
yang diandalkan Pemkab Banyuwangi sebagai destinasi
wisata unggulan. Bahkan tidak hanya itu, sampah bekas
bungkus makanan dan kantong plastik juga berserakan di
sekitar pantai.
“Sudah 2 hari ini kotor mas. Ini sampah kiriman dari laut
dan sungai di sekitar Pulau Merah,” ujar Sutris (28)
salah satu pengelola payung di PM, kepada detikcom,
Sabtu (28/2/2015).
Menurutnya, jika cuaca hujan sungai yang ada di timur
pantai akan membawa kotoran berupa sampah rumah
tangga ke pantai. Selain itu, sampah dari laut juga
mengotori pantai, terbawa ombak ke pinggir.
“Kebanyakan kayu dan ranting pohon. Kalau sampah
rumah tangga berasal dari sungai. Padahal sudah ada
imbauan dari pemerintah untuk tidak buang sampah ke
sungai,” tandasnya.
Kotornya Pantai Pulau Merah juga disesalkan para
wisatawan yang datang ke Pulau Merah. Mereka merasa
risih dengan banyaknya sampah yang tak segera
dibersihkan. Apalagi, banyaknya anjing yang masih
berkeliaran di pinggir pantai, membuat enggan wisatawan
mandi di pantai ini.
“Harusnya ada petugas kebersihan yang sigap dengan
kotornya pantai ini. Kita risih juga, masak pantai
unggulan seperti ini,” ujar Abdullah, warga Surabaya.
Sebelumnya, Pantai Pulau Merah juga pernah
mendapatkan kiriman sampah dari laut. Namun Pemkab
Banyuwangi segera bertindak membersihkan pantai.
Puluhan petugas kebersihan dari Dinas Kebersihan dan
Pertamanan (DKP) dikerahkan untuk membersihkan
sampah. Hasilnya, tidak sampai 2 jam pantai kembali
bersih.
Kemudian Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas,
membuat aturan terkait kebersihan pantai ini, dengan
meminta pengelola payung dan pedagang untuk
membersihkan arealnya masing-masing. Namun aturan
hanya aturan belaka. Kondisi Pulau Merah tetap kotor.

Julukan Banyuwangi

 
Patung selamat datang di Banyuwangi pada 
 
 
Kabupaten Banyuwangi menyandang beberapa julukan, diantaranya:
  • The Sunrise of Java
Julukan The Sunrise of Java disandang Kabupaten Banyuwangi tidak lain karena daerah yang pertama terkena sinar matahari terbit di pulau Jawa.
  • Bumi Blambangan
Sejarah berdirinya Banyuwangi tidak bisa dilepaskan dari sejarah kerajaan Blambangan, karena Blambangan merupakan cikal bakal dari Banyuwangi. Blambangan adalah kerajaan yang semasa dengan kerajaan Majapahit bahkan dua abad lebih panjang umurnya. Blambangan adalah kerajaan yang paling gigih bertahan terhadap serangan Mataram dan VOC serta Blambanganlah kerajaan yang paling akhir ditaklukkan penjajah Belanda di pulau Jawa.
  • Kota Osing
Salah satu keunikan Banyuwangi adalah penduduk yang multikultur, dibentuk oleh 3 elemen masyarakat yaitu Jawa Mataraman, Madura, dan Osing. Suku Osing adalah penduduk asli Banyuwangi. Sebagai keturunan kerajaan Blambangan, suku osing mempunyai adat-istiadat, budaya maupun bahasa yang berbeda dari masyarakat jawa dan madura.
  • Kota Santet
Julukan Banyuwangi kota santet terkenal sejak peristiwa memilukan ketika 100 orang lebih dibunuh secara misterius karena dituduh memiliki ilmu santet. Peristiwa ini dikenal luas oleh masyarakat sebagai “Tragedi Santet” Tahun 1998.
  • Kota Gandrung
Kabupaten Banyuwangi terkenal dengan Tari Gandrung yang menjadi maskot kabupaten ini.
  • Kota Banteng
Kabupaten Banyuwangi dijuluki kota banteng dikarenakan di Banyuwangi tepatnya di Taman Nasional Alas Purwo terdapat banyak banteng jawa.
  • Kota Pisang
Sejak dahulu Kabupaten Banyuwangi sangat dikenal sebagai penghasil pisang terbesar, bahkan tiap dipekarangan rumah warga selalu terdapat pohon pisang.
  • Kota Festival
Berawal dari sukses penyelenggaraan kegiatan budaya Banyuwangi Ethno Carnival pertama pada tahun 2011 lalu, maka pada tahun-tahun berikutnya seakan tak terbendung lagi semangat dan kegairahan masyarakat Banyuwangi untuk mengangkat potensi dan budaya daerah melalui rangkaian kegiatan yang dikemas dalam tajuk Banyuwangi Festival. Maka sejak 2012 acara Banyuwangi Ethno Carnival ditahbiskan menjadi agenda tahunan berbarengan dengan kegiatan lain, baik yang bersifat seni, budaya, fesyen, dan wisata olahraga.

History of Banyuwangi

banyuwangi 
 Kabupaten Banyuwangi, terletak di ujung paling Timur pulau Jawa dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Situbondo di utara, selat Bali di Timur, Samudra Hindia di selatan serta Kabupaten Jember dan Kabupaten Bondowoso di barat. Dengan beribukotakan Banyuwangi, pelabuhan Ketapang adalah pelabuhan yang menghubungkan pulau Jawa di Banyuwangi dengan pelabuhan Gilimanuk di Bali.
Ibukota Kabupaten Banyuwangi berjarak 239 km sebelah timur Surabaya, dan dihuni oleh beragam suku bangsa. Mayoritas penduduk lokal Banyuwangi adalah suku Osing yang dipercaya merupakan sub-suku Jawa, dan suku lain yang hidup dengan damai seperti, suku Madura, suku Jawa, Bali dan Bugis.
Dalam keseharian, penduduk lokal memakai bahasa Osing, yang merupakan ragam tertua bahasa Jawa tapi berdasarkan kebudayaan, budaya suku Osing banyak dipengaruhi oleh budaya Bali.
Dengan luas 5.800 Km2, segala hal yang ada di Kabupaten Banyuwangi sangat menarik untuk di bahas, baik dari segi budaya, pariwisata alamnya atau bahkan kulinernya. Secara geografis, Banyuwangi terletak di daerah wisata alam yang masih hijau dan liar layaknya safari di Afrika, di tambah juga dengan lokasinya yang dekat dengan Samudra Hindia. Dengan begitu, terdapat penyatuan lokasi yang bisa dikunjungi yaitu pantai dan daerah pegunungan seperti Taman Nasional Baluran, Kawah Ijen, Taman Wisata Rogojampi dan masih banyak lagi.
Tak hanya potensi alam, dari segi kulinari Banyuwangi juga memiliki makanan khas yang tak kalah menarik, sebut saja, rujak soto. Dua jenis makanan yang sangat berbeda ini ternyata bisa menjadi padu padan makanan baru yang bisa dikreasikan oleh penduduk lokal Banyuwangi.

Fakta Tentang Banyuwangi

Kabupaten Banyuwangi adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Banyuwangi. Kabupaten ini terletak di ujung paling timur Pulau Jawa, berbatasan dengan Kabupaten Situbondo di utara, Selat Bali di timur, Samudra Hindia di selatan serta Kabupaten Jember dan Kabupaten Bondowoso di barat. Pelabuhan Ketapang menghubungkan Pulau Jawa dengan Pelabuhan Gilimanuk di Bali.
banyuwangi
Berikut adalah fakta unik tentang kabupaten Banyuwangi :
1. Kabupaten Terluas di Pulau Jawa dan Penghasil ikan terbesar diJawa Timur
Banyuwangi adalah kabupaten terluas di Jawa Timur bahkan di Pulau Jawa. Luasnya 5.782,50 km. Wilayahnya cukup beragam, dari dataran rendah hingga pegunungan. Kawasan perbatasan dengan Kabupaten Bondowoso, terdapat rangkaian Dataran Tinggi Ijen dengan puncaknya Gunung Raung (3.282 m) dan Gunung Merapi (2.800 m) terdapat Kawah Ijen, keduanya adalah gunung api aktif.
Bagian selatan terdapat perkebunan, peninggalan sejak zaman Hindia Belanda. Di perbatasan dengan Kabupaten Jember bagian selatan, merupakan kawasan konservasi yang kini dilindungi dalam sebuah cagar alam, yakni Taman Nasional Meru Betiri. Pantai Sukamade merupakan kawasan pengembangan penyu. Di Semenanjung Blambangan juga terdapat cagar alam, yaitu Taman Nasional Alas Purwo.
Pantai timur Banyuwangi (Selat Bali) merupakan salah satu penghasil ikan terbesar di Jawa Timur. Di Muncar terdapat pelabuhan perikanan.
Mangrove-Bedul-Alas-Purwo-National-Park-Map
2. Mempunyai bahasa sendiri, yakni Bahasa Osing
Bahasa Osing berakar langsung dari bahasa Jawa Kuna, di mana banyak kata-kata kuna masih ditemukan di sana, di samping itu, pengaruh Bahasa Bali juga sedikit signifikan terlihat dalam bahasa ini.
3.Mempunyai banyak tradisi budaya
Ada banyak tradisi budaya diKabupaten Banyuwangi diantaranya :

  • Upacara Adat Dan Kesenian Tradisional Seblang Berada Di Desa Olehsari Kecamatan Glagah;
  • Upacara Adat Dan Kesenian Tradisional Rebo Wekasan Berada Di Kelurahan Klatak Kecamatan Kalipuro;
  • Upacara Adat Dan Kesenian Tradisional Kebo-Keboan Berada Di Desa Alasmalang Kecamatan Singojuruh;
  • Upacara Adat Petik Laut Muncar Berada Di Kecamatan Muncar;
  • Upacara Adat Petik Laut Lampon Berada Di Kecamatan Pesanggaran;
  • Upacara Adat Puter Kayun Berada Di Kelurahan Boyolangu Kecamatan Giri;
  • Upacara Adat Barong Ider Bumi Berada Di Desa Kemiren Kecamatan Glagah;
  • Upacara Adat Tumpeng Sewu Berada Di Desa Kemiren Kecamatan Glagah;
  • Upacara Adat Obor Belarak Berada Di Desa Kemiren Kecamatan Glagah;
  • Upacara Adat Gredoan Berada Di Desa Macan Putih Kecamatan Kabat;
  • Upacara Adat Pager Wesi Berada Dalam Kawasan Taman Nasional Alas Purwo Di Desa Kalipait Kecamatan Tegaldlimo;
  • Upacara Adat Endog-Endogan Berada Di Kecamatan Banyuwangi;
  • Kesenian Tari Tradisional Gandrung Atau Jejer Gandrung Banyuwangi Berada Di Kecamatan Glagah Dan Kecamatan Rogojampi;
  • Kesenian Tari Tradisional Padang Ulan Berada Di Kecamatan Banyuwangi;
  • Kesenian Musik Tradisional Angklung Caruk Berada Di Desa Kemiren Kecamatan Glagah;
  • Kesenian Musik Tradisional Gedogan Berada Di Desa Kemiren Kecamatan Glagah;
  • Kesenian Musik Tradisional Patrol Berada Di Kecamatan Banyuwangi;
  • Kesenian Mocoan Lontar Yusuf Berada Di Desa Kemiren Kecamatan Glagah; Dan
  • Kesenian Kuda Kecak Berada Di Desa Macan Putih Kecamatan Kabat.
20130909_banyuwangi-ethno-carnival-2013_2531
4. Mempunyai banyak makanan tradisional
Nasi dan Sayuran (jangan) khas Banyuwangi:
  1. Sego Tempong
  2. Sego Cawuk
  3. Sate Kalak
  4. Pecel Pitik
  5. Sambel Lucu
    6. Jangan Kelor
    7. Jangan Pakis
    8. Jangan Bobohan
    9. Jangan Jawar
    10. Jangan Leroban
    11. Jangan Pol
    12. Jangan Klenthang
    13. Jangan Bung
    14. Uyah Asem Pitik
    15. Pindang Koyong
    16. Bothok Simbukan
    17. Pecel Thotol
Makanan Ringan
1. Bagiak
2. Kelemben
3. Satuh
4. Manisan Cerme
5. Manisan Pala Kering
6. Manisan Tomat
7. Ladrang
8. Kacang Tanah Open Asin
9. Dodol Salak
10. Sale Pisang
11. Loro Kencono
12. Karang Emas
13. Kolak Gepuk
14. Widaran
Makanan Basah
1. Awung (iwel-iwel)
2. Lanun
3. Serabi
4. Jenang Bedil
5. Jenang Mutioro
6. Jenang Selo
7. Ketot
8. Apem Takir
9. Lak-lak
10. Rondo Royal
11. Precet
12. Sumping
13. Bikang
14. Kolak Duren
15. Kolak Setup
16. Setupan Polo
Minuman Khas
1. Secang
2. Selasih
3. Ronde
4. Angsle
5. Caok
Banyuwangi, Geliat dari Ujung Timur Jawa

    

BANYUWANGI menggeliat ketika kabupaten di paling ujung timur Jawa itu getol menghidupkan wisata. Banyuwangi, yang dahulu hanya kota pelintasan, kini berkembang menjadi tujuan baru wisata dan menjadi contoh kota kreatif yang bertumbuh.

Sudarlina tersenyum sumringah saat kaus khas Using karyanya laku dibeli. Kaus bertuliskan ”I Love Banyuwangi” itu diborong wisatawan yang mampir di gerai pamerannya.

Selama enam hari pameran di Gesibu, Kecamatan Blambangan, Banyuwangi, Lina bisa mendapat Rp 3,9 juta, tergolong lumayan bagi Lina yang baru setahun terakhir memulai usaha kaus.

Setahun lalu, Lina dan rekannya memberanikan diri mendesain dan mencetak kaus khas Banyuwangi. Kausnya menjual desain kata-kata, seperti ”I Love Banyuwangi”, ”Isun Lare Using” (aku anak Banyuwangi), dan sebagainya. ”Pembelinya tidak hanya anak muda Banyuwangi, tetapi juga turis,” kata Lina.

Keberuntungan serupa dirasakan Febi (28), perajin cendera mata lulusan Institut Teknik Sepuluh Nopember Surabaya (ITS). Dia mendesain kaus bercorak khas Using untuk anak muda, membuat pin, gantungan kunci, dan stiker bertema Banyuwangi. Jadilah ia mendirikan usaha kecil bernama Nagut Banyuwangi.

Dua tahun terakhir industri kreatif Banyuwangi yang berhubungan dengan wisata, berkembang pesat. Jika tiga tahun lalu belum ada kaus khas Banyuwangi, kini ada 20 produsen kaus untuk oleh-oleh. Distro bermunculan, industri makanan laris manis. Cendera mata mulai dari gantungan kunci hingga patung gandrung tak lagi mengandalkan pasar Bali. Perajin kebanjiran order di daerah sendiri.


 
 
 Sebanyak 14 atase pertahanan negara sahabat mengunjungi Banyuwangi, Selasa (3/6/2014) malam. Rombongan disuguhkan tarian selamat datang, Jejer Gandrung yang diiringi pemain musik tradisional.
Industri kreatif muncul seiring dengan moncernya Banyuwangi sebagai tujuan baru wisata. Dulu orang ke Banyuwangi hanya ingin melihat kawah Ijen dan Pantai Plengkung, tetapi kini banyak alasan orang pergi ke kabupaten tertimur di Jawa itu.

Setiap tahun berbagai kegiatan kolosal, seperti Gandrung Sewu, Festival Kuwung, hingga pergelaran jazz di Gunung Ijen dan Pantai Boom. Selain membidik kesenian, acara olahraga internasional, seperti Tour de Ijen dan Kompetisi Surfing Internasional di Pulau Merah, diadakan untuk menggaet wisatawan minat khusus.

Kesadaran akan potensi

Banyuwangi mengalami perubahan pesat dalam dua tahun terakhir. Dari kota yang sayup-sayup terdengar, kini orang mulai membicarakan Banyuwangi sebagai kota tujuan wisata.

Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menyadari kota ini memiliki budaya unik.

Salah satunya adalah budaya Osing atau Using yang berbeda dari budaya Jawa. Orang Using diyakini merupakan keturunan pelarian dari Kerajaan Hindu Majapahit saat mulai runtuh dengan kedatangan Islam. Kemudian budaya Using bertemu dengan berbagai kebudayaan dari luar, termasuk budaya kolonial Belanda, Tiongkok, suku lain di Nusantara, dan tentu saja Islam.

Perpaduan itu menghasilkan bentuk-bentuk kesenian khas, seperti tari gandrung, musik, hingga arsitektur yang mencerminkan pengaruh Hindu. Masyarakatnya pun relatif terbuka pada keberagaman.

Dengan kekayaan budaya tersebut, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi serius berinvestasi pada pariwisata untuk menimbulkan efek beruntun, seperti membangkitkan industri jasa, industri kreatif, dan membuka lapangan kerja.

Mulai tahun 2011, Pemkab Banyuwangi menggelar berbagai acara tingkat internasional, perbaikan jalan, penataan taman, hingga promosi wisata.


 
 
Upaya Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dalam melestarikan gandrung dimulai dengan mengenalkan tari gandrung. Sebanyak 1.053 penari gandrung dilibatkan dalam paju gandrung sewu di pantai Boom Banyuwangi Jawa Timur pada Sabtu (23/11/2013) lalu artinya ada 2056 penari termasuk 1053 penari paju.
Akses mencapai Banyuwangi dipermudah dengan mengundang dua maskapai penerbangan hadir kota itu. Perjalanan darat 7-8 jam dari Surabaya, kini ditempuh 1,5 jam, bolak-balik Surabaya-Banyuwangi

Azwar Anas juga menggandeng PT Telkom untuk membuka akses internet yang andal. Bukan hanya mempermudah produk kreatif Banyuwangi mencapai pasar internasional, informasi lengkap tentang Banyuwangi juga tersedia melalui aplikasi digital berbasis android.

Kerja keras itu berbuah. Jumlah wisatawan meningkat. Peluang baru pun ditangkap warga di sekitar lokasi wisata dengan membuka rumah inap.

Rajimin, warga Pantai Pulau Merah, misalnya. Dia merapikan rumahnya di tepi Pantai Merah dan disewakan Rp 750.000 semalam. Pertengahan Juni lalu, habis dipesan peselancar.

Pantai Pulau Merah memang idola baru wisata Banyuwangi sejak kompetisi selancar digelar tahun 2013. Sekarang di sana ada 10 rumah inap, lima kafe, tempat persewaan papan selancar, hingga tenda dan kursi pantai.

Genjot ekonomi

Jumlah wisatawan asing pada 2013 naik sekitar 90 persen atau mencapai 10.462 orang dari tahun sebelumnya yang 5.502 orang. Begitu pun wisatawan lokal, dari 860.831 orang menjadi 1.057.952 pengunjung.

”Turis asing menghabiskan sekitar Rp 3 juta per orang dengan lama kunjungan 2,5 hari. Artinya, ada dana Rp 31,4 miliar yang mengalir ke Banyuwangi selama tahun 2013. Jumlah itu belum termasuk turis lokal,” kata Anas.

Hal tersebut menaikkan pendapatan per kapita warga dari Rp 15,4 juta menjadi Rp 21,84 juta per tahun dalam tiga tahun.


 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Wisatawan siap-siap berselancar di Plengkung, Banyuwangi, Jawa Timur, Sabtu (3/5/2014).
Sektor pertanian masih menjadi penyumbang terbesar produk domestik bruto, yaitu 45 persen. Namun sektor jasa, hotel, dan restoran melaju pesat dari 21 persen atau Rp 20,72 miliar pada 2011 menjadi 31 persen pada 2013 atau Rp 34,27 triliun.

Tantangannya kini, keberlanjutan perubahan tersebut. Akankah menjadi gerakan bersama dengan pemeran utama bukan lagi pemerintah daerah melainkan masyarakat?

Untuk menjadikan warga pemeran utama, Anas mulai membuka kesempatan bagi warga, terutama anak muda, untuk berkembang, berupa pelatihan untuk meningkatkan kapasitas; membangun infrastruktur, termasuk jaringan internet; dan kesempatan berkreasi. Dengan memberi kesempatan dan bekal pemuda, daya kreatif Banyuwangi tak akan meredup.










Jembatan Transparan yang Unik dan Mengerikan di China



Anda Tau Jembatan Kan? Pastinya semua orang tau jembatan,
jembatan adalah jalan penghubung antara
 dua tempat, biasanya jembatan ini di pasang atau dibangun diatas jurang,
sungai jalan atau pun penghubung
 antar gedung. Kalau anda tahu, pastinya juga anda pasti tahu dong bagai mana
bentuk jembatan?.
 kali ini admin akan posting sebuah jembatan yang sangat unik dan extreem,
bagai mana tidak,
 jembatan ini transparan dan terbuat dari kaca, serasa kita berjalan di awang-awang. 
bagi yang punya sakit jantung jangan coba-coba naik jembatan ini.
Tanpa panjang lebar berikut penjelasannya.

Seperti dilansir weirdasianews.com, jembatan yang terbuat dari lantai
kaca ini disebut Jembatan Kematian
 karena sensasi luar biasa dirasakan pejalan kaki di atasnya. Namun
Walaupun ini dinamakan Jembatan Kematian, 
Bila berkunjung kesana anda harus siapkan mental dan sebab jangan
Sampai Anda Mati Berdiri. ha.. ha.. ha... ha...

Jembatan sepanjang sekitar 60 meter ini mengitari Gunung Tianmen yang berlokasi
di Pegunungan Tianmen,
 Provinsi Hunan, China. Jembatan yang hanya selebar sekitar hampir 2 meter ini
berada di ketinggian 1.430 meter.
 Berada di tebing gunung. "

Jembatan yang menggunakan kaca-kaca setebal 2,5 inchi ini menawarkan
kengerian yang luar biasa.
 Dengan permukaan jalan jembatan yang terbuat dari kaca, wisatawan
bisa menikmati keindahan alam dari ketinggian,
 tepat di bawah kaki. Jangan takut kacanya pecah atau retak, karena kekuatan dan
daya beban kaca ini telah diperhitungkan dengan sangat teliti. Namun bila anda
punya  Penyakit jantung,
 atau takut dengan ketinggian jangan harap bisa menikmati keindahan dibawah
 jembatan yang extreem ini.


Para wisatawan diwajibkan mengenakan penutup kain untuk alas sepatunya. 
Aturan ini dilakukan agar kaca mudah dibersihkan. Jembatan Kematian ini
 dibuat sepanjang sekitar 60 meter.

blogger-musiman.blogspot.com - Ngeri, Jembatan Di Tebing Ini Transparan

blogger-musiman.blogspot.com - Ngeri, Jembatan Di Tebing Ini Transparan


Bupati Resmikan Jembatan Terpanjang Di Banyuwangi

Hasil gambar untuk jembatan terpanjang banyuwangi
Banyuwangi - Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, meresmikan Jembatan Wiroguno yang merupakan jembatan terpanjang di kabupaten tersebut dengan mengundang warga sekitar untuk kenduri bersama.
Keterangan tertulis dari Humas Pemkab Banyuwangi menyebutkan panjang jembatan itu mencapai 80 meter yang menghubungkan Desa Gambiran, Kecamatan Gambiran, dengan Desa Dasri, Kecamatan Tegalsari.
Jembatan dengan tinggi dari dasar sungai mencapai 8 meter dan lebar 9,7 meter itu memiliki kekuatan muatan maksimal 50 ton.
"Jembatan ini sekarang bisa menjadi alternatif baru bagi masyarakat untuk melipat jarak ke daerah yang dituju sekaligus untuk memeratakan pertumbuhan ekonomi. Kehadiran jembatan ini bisa semakin membantu masyarakat dalam melakukan aktivitas ekonomi, pendidikan, dan sebagainya," ujar Anas, Sabtu (5/9).
Anas mengatakan, Jembatan Wiroguno memang dirancang sebagai alternatif jalan pintas dari Kecamatan Gambiran menuju Kecamatan Tegalsari. Jarak yang dipangkas bisa mencapai lebih dari 10 kilometer berkat kehadiran jembatan yang melintas di atas Sungai Setail ini.
Bupati Anas mengatakan, Jembatan Wiroguno ini merupakan salah satu program prioritas Pemkab Banyuwangi mengingat sarana infrastruktur ini memiliki manfaat yang cukup besar bagi kelangsungan hidup masyarakat.
Pertama, katanya, mampu meningkatkan aksesbilitas jalan dari tiga kecamatan, yakni Tegalsari, Gambiran, dan dan Genteng. Kedua, membuka penyempitan jalur serta mengurai kemacetan di wilayah Kecamatan Genteng yang selama ini menjadi jalur utama dari arah barat jika ingin menuju wilayah selatan.

"Dengan dibangunnya jembatan ini saya harap bisa meningkatkan akses di wilayah barat, sehingga bisa mengurangi disparitas antar kecamatan," kata Anas.
Sementara itu Kepala Dinas PU, Bina Marga, Cipta Karya dan Tata Ruang Pemkab Banyuwangi Mujiono menambahkan pembangunan jembatan memakan waktu selama dua tahun. Tahun 2013 dengan anggaran Rp 5,3 miliar dan tahun 2014 dengan dana Rp 8,7 miliar. Total anggaran untuk jembatan yang berskala nasional ini Rp 14, 1 miliar.
"Jembatan terpanjang di Banyuwangi ini sebenarnya sudah selesai enam bulan lalu dan telah kami uji kelayakannya. Jembatan ini juga dilengkapi trotoar untuk para pejalan kaki dengan lebar trotoar kanan kiri masing-masing 1,4 meter," ujarnya.
Ia menjelaskan peresmian jembatan itu sengaja menghadirkan ratusan warga sebagai bentuk syukur. Masyarakat, termasuk anak sekolah diajak kenduri bersama di sepanjang Jembatan Wiroguno. Mereka duduk dengan guyub sambil menikmati tumpeng yang disediakan.
"Ayo dihabiskan tumpengnya. Ini sebagai rasa syukur atas pembangunan jembatan yang nilainya setara dengan pembangunan jalan sepanjang 15 km," kata Anas kepada sejumlah warga.
Siswanto, salah seorang warga sekitar, mengapresiasi langkah pemerintah daerah dalam membangun jembatan. "Saya senang sekali dengan adanya jembatan baru ini, karena saya tidak perlu lewat Kecamatan Genteng jika ingin ke Kecamatan Bangorejo atau Kecamatan Jajag, cukup lewat jembatan ini," katanya.