Sejumlah batik Banyuwangi siap jual di Sanggar
Batik Sayu Wiwit, Banyuwangi (26/4). Motif gajah oling merupakan motif
yang paling disukai di Banyuwangi. TEMPO/Aris Novia Hidayat
"Saya tergerak untuk memajukan masyarakat Banyuwangi yang bergerak perlahan tapi tetap maju," kata Priscilla, yang memberi makna "pembaruan" pada kata "novum" di karyanya itu.
"Makna pembaruan ini adalah bahwa hal itu berlangsung terus-menerus di bidang mode dan kini juga dirasakan masyarakat Banyuwangi. Hebatnya, masyarakat di sana melakukan pembaruan," ujar dia.
Kata "etno" ia maknai sebagai gaya etnik yang dipercayainya sebagai keragaman masyarakat di Banyuwangi.
"Ada pergerakan wisata yang luar biasa. Meski mereka memiliki budaya asli, tapi mereka juga tidak apriori dengan budaya yang masuk. Ada semangat tinggi demi melestarikan wisata budaya untuk dikenakan di acara kasual atau pun formal dengan keindahan batik Banyuwangi yang penuh corak warna atau colorful," kata dia.
Menurutnya, sisi lain yang juga menarik dari batik Banyuwangi ini adalah sisi androgini atau kesetaraan gender yang baru-baru ini digalakkan di daerah itu. Setiap orang, baik pria maupun wanita, memiliki kesempatan kerja yang sama.
"Yang menakjubkan, mereka bahu-membahu membangun sektor pariwisata dan ekonomi sehingga siap untuk didatangi para pembeli domestik maupun mancanegara," kata Priscilla.
Priscilla menghadirkan batik-batik Banyuwangi dengan warna cerah, seperti biru muda, ungu, merah muda, oranye, kuning, dan hijau. Semuanya disajikan Priscilla dalam bentuk gaun panjang, rok, blazer, hingga blus. "Saya ingin wanita Indonesia cantik mengenakan keberagaman batik Banyuwangi," ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar